Sabtu, 19 Maret 2011

Antibiotik, Si "Peluru Ajaib"

Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan 
modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan 
bakteri. Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, 
jutaan orang di seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi 
yang saat ini mudah diobati. Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, 
diperkirakan 30 juta orang meninggal, lebih banyak daripada yang terbunuh pada 
Perang Dunia I.

Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan 
meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan 
dengan bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit. Saat itu para ilmuwan 
mulai mencari obat yang dapat membunuh bakteri penyebab sakit. Tujuan dari 
penelitian tersebut yaitu untuk menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", 
yaitu obat yang dapat membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan 
keracunan.

Antibakteri Permulaan

Salah satu penelusuran awal penelitian antibakteri adalah apakah bakteri yang 
tidak berbahaya (non-patogen) dapat mengobati penyakit yang disebabkan oleh 
bakteri penyebab penyakit (bakteri patogen). Pada tahun 1877 Louis Pasteur 
menunjukkan bahwa penyakit antrak pada hewan dapat dijinakkan dengan 
menyuntikkan cemaran bakteri. Dan masih pada tahun yang sama, Rudolf von 
Emmerich membuktikan bahwa dengan menyuntikkan streptokokus, dapat mencegah 
kolera pada hewan. 

Setahun kemudian, E. de Freudenreich menemukan bahwa pigmen biru yang 
dilepaskan oleh bakteri Bacillus pyocyaneus menghambat pertumbuhan bakteri 
lain. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa pyocyanase, produk yang diisolasi dari 
Bacillus pyocyaneus, dapat membunuh banyak bakteri penyebab penyakit. Sayangnya 
secara klinik pyocyanase terbukti toksik dan tidak stabil, sehingga penemuan 
antibiotik alam pertama ini tidak dapat dikembangkan menjadi obat yang efektif.

Penemuan Penisilin

Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa 
suatu produk dalam airmata manusia dapat melisiskan (menghancurkan) sel 
bakteri. Zat ini disebut lysozyme, yang merupakan contoh pertama antibakteri 
yang ditemukan pada manusia. Seperti pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan 
buntu dalam usaha pencarian antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang 
merusak sel-sel bakteri non-patogen.

Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan antibakteri lain. 
Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set cawan petri lama 
yang ia tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus aureus yang ia 
goreskan pada cawan petri tersebut telah lisis. Lisis sel bakteri terjadi pada 
daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang tumbuh pada cawan petri. 
Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan tersebut menyebabkan lisis sel 
stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai penisilin karena cendawan 
pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium notatum.

Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin, namun 
pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat tersebut. 
Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang menemukan 
sifat-sifat penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan hubungan 
antara cendawan dan zat yang memiliki sifat-sifat antibakteri, sehingga 
Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah sampai penemuan kembali oleh 
Fleming.

Pengembangan Penisilin sebagai Antibakteri Umum

Walaupun Fleming menemukan penisilin, namun ia tidak dapat membawa 
penelitiannya lebih jauh lagi. Karena selain gagal memurnikan penisilin dalam 
jumlah yang berarti, ia juga belum dapat melakukan percobaan klinik pada hewan 
dan manusia untuk menguji efektifitas penisilin. Penelitian terakhirnya tentang 
penisilin terbit pada tahun 1931.

Tidak sampai sepuluh tahun setelah penemuan kembali penisilin, pada tahun 1939, 
Howard Florey, Ernst Chain, and Norman Heatley mengangkat kembali proyek ini. 
Mereka bertiga mendapatkan cendawan Penicillium dari Fleming dan dapat 
mengatasi kesulitan-kesulitan tehnik yang dialami Fleming. Mereka juga dapat 
menunjukan efektifitas penisilin pada percobaan klinik. Hewan dan manusia yang 
mendekati kematian karena infeksi bakteri dapat sembuh ajaib dengan sejumlah 
kecil penisilin.

Keberhasilan si "peluru ajaib" dalam menyembuhkan penyakit-penyakit infeksi, 
diikuti dengan penemuan dan pengembangan antibiotik-antibiotik lainnya. Saat 
ini lebih dari 100 jenis antibiotik tersedia untuk mengobati beragam jenis 
infeksi, baik yangg ringan maupun yang mengancam jiwa. Walaupun antibiotik 
bermanfaat luas dalam pengobatan infeksi, perlu disadari bahwa antibiotik hanya 
efektif untuk mengobati infeksi akibat bakteri. Antibiotik tidak efektif 
menangani infeksi akibat virus, jamur, atau non-bakteri lainnya.

Jenis Antibiotik

Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari 
beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak 
cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur 
kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai 
berikut:

a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, 
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan 
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), 
golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, 
amoksisilin).

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, 
roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin 
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, 
levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan 
kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam 
fusidat.

Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara 
selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: 

1. Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, 
vankomisin, basitrasin.
2. Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, 
kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
4. Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
6. Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis 
infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat 
dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, 
dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram 
positif dan negatif. 

Sebagian besar antibiotik mempunyai dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh 
pabrik obat, dan nama generik yang berdasarkan struktur kimia antibiotik atau 
golongan kimianya. Contoh nama dagang dari amoksilin, sefaleksin, 
siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin dan doksisiklin, berturut-turut 
adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin, dan Vibramycin. 

Setiap antibiotik hanya efektif untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk 
pasien yang didiagnosa menderita radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang 
dapat membunuh bakteri penyebab radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing 
antibiotik bervariasi tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik 
mencapai lokasi tersebut. 

Antibiotik oral adalah cara yang paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan 
antibiotik intravena (suntikan melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan 
untuk kasus yang lebih serius. Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal 
seperti dalam bentuk salep, krim, tetes mata, dan tetes telinga. 

Penentuan jenis bakteri patogen ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. 
Tehnik khusus seperti pewarnaan gram cukup membantu mempersempit jenis bakteri 
penyebab infeksi. Spesies bakteri tertentu akan berwarna dengan pewarnaan gram, 
sementara bakteri lainnya tidak. Tehnik kultur bakteri juga dapat dilakukan, 
dengan cara mengambil bakteri dari infeksi pasien dan kemudian dibiarkan 
tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan penampakannya dapat membantu 
mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan kultur bakteri, sensitivitas 
antibiotik juga dapat diuji.

Penting bagi pasien atau keluarganya untuk mempelajari pemakaian antibiotik 
yang benar, seperti aturan dan jangka waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup 
dosis obat, jarak waktu antar pemakaian, kondisi lambung (berisi atau kosong) 
dan interaksi dengan makanan dan obat lain. Pemakaian yang kurang tepat akan 
mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau 
menghilangkan keefektifannya. 

Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan 
adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan 
dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak 
dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma). Berikan informasi 
kepada dokter dan apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai 
sewaktu menerima pengobatan dengan antibiotik.

Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. 
Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, 
pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan. Bila 
pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh 
bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik 
tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten 
berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang.

Efek Samping

Disamping banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, 
antibiotik juga memiliki efek samping pemakaian, walaupun pasien tidak selalu 
mengalami efek samping ini. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala 
ringan, diare ringan, dan mual. Dokter perlu diberitahu bila terjadi efek 
samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi (seperti 
sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka 
atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal dan bilur 
merah pada vagina.

Resistensi Antibiotik

Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya 
resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap 
antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, 
kemudian menjadi resisten. Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada 
gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:

1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)

Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada 
kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada 
lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, 
sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian 
tumbuh dan berkembang biak.

2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)

Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. 
Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin 
(antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan 
masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp. Beberapa bakteri mengembangkan 
resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen 
ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan 
genetik yang ada pada bakteri.

Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap 
antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain 
sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan 
bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain. Tetrasiklin, 
yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi kurang bermanfaat untuk 
berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan kurang terkontrol 
selama beberapa dasawarsa terakhir. 

Keberadaan bakteri yang resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik 
menjadi tidak efektif lagi dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa. 
Hal ini dapat menimbulkan masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk 
melawan penyakit-penyakit lama (karena strain resisten dari bakteri telah 
muncul), bersamaan dengan usaha menemukan antibiotik baru untuk melawan 
penyakit-penyakit baru. 

Berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. 
Salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup 
seringnya antibiotik diresepkan untuk pasien demam biasa atau flu. Meskipun 
antibiotik tidak efektif melawan virus, banyak pasien berharap mendapatkan 
resep mengandung antibiotik ketika mengunjungi dokter. Setiap orang dapat 
membantu mengurangi perkembangan bakteri yang resisten antibiotik dengan cara 
tidak meminta antibiotik untuk demam biasa atau flu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar